Pemeran:
Bang JO = wahid
Tom = Ramdan
Rieke = Nadya
Tita = Annisa
Lika = Novita
Mama = Chintya
Sam = Risvi
Narator = Yutika
***
Di aula
Bang Jo: “ Ayo ayo latihan! (memegang naskah dan menyuruh para pemain untuk berkumpul). Jangan pada lelet! Ayo cepat sekarang!!”
Tom: “Iya iya tauuuuu bawel banget sih (menggerutu).”
Bang Jo: “Semua siap di posisi masing-masing. Let’s go!”
Latihan pun di mulai.
Tom: “Maukah kau menjadi pasanganku nanti malam, Putri Seudati? Hanya semalam, sesudah itu kita berpisah. Kau bebas pergi bersama ke kasihmu. Ke lembah, ke gurun. Berkuda seharian sampai lelah.” (Pria itu menumpukan kedua belah telapak tangannya di lutut Putri Seudati. Dia merendahkan dirinya serendah-rendahnya. Karena dia berharap, Putri Seudati mau menjadi kekasihnya semalam). “Bagaimana?”
Rieke: “Aku….. Aku….” (Putri Seudati gugup.)
Tiba-tiba,
Sam: “Cut! Cut! Cut! Ngomong kok gugup begitu. Udah, break dulu sejam. Nanti kita lanjutkan!,” (ngedumel. Bersungut-sungut sambil meninggalkan ruangan syuting.)
Saat sedang break, Tom tiba-tiba datang menghampiri Rieke.
Tom: “Kenapa sih permainanmu buruk! Padahal pementasan tinggal separuh bulan lagi. Bisa ditaruh di mana muka kita dengan peranmu yang kedodoran dan agak bloon.” (memukul kepalan tangannya sendiri.)
Rieke: “Tapi aku sudah mencoba Tom.” (menunduk.)
Tom: “Mencoba?!” (meledek.) “Kau memang pantas menjadi figuran saja. Pemeran pembantu! Sudah, aku pulang saja! Bertengkar denganmu hanya membuat semuanya berantakan!” (berjalan keluar aula sambil marah-marah.)
Rieke: “Tapi Tom, nanti Sam….” (menahan langkah pria itu.)
Tom: “Masa bodoh!”( menghilang di balik pintu.)
Rieke tidak menyangka bisa takluk di hadapan Tom. Padahal apa sih kehebatan pria sombong itu. Rieke menyadari dia memiliki kharisma. Bahkan tatapannya yang lembut itu, mampu membuat wanita klepek-klepek. Tapi kenapa dia mampu menguasai Rieke yang setegar karang?
Setibanya di dalam rumah, Rieke didatangi mamanya karena melihat raut muka Rieke yang lelah dan sedih.
Mama: “Ada apa mba Rieke sayang? (mengelus-elus kepala Rieke)
Rieke: “ Ga ada apa-apa kok ma. Cuma capek latihan drama tadi di sekolah.” (senyum khas Rieke.)
Mama: “ Ya sudah kalau tidak ada apa-apa cepat mandi dan makan malam ya. Mama tunggu di ruang makan bersama Lika.”
Rieke: “ Iya ma.” (melengos ke kamarnya.)
Di ruang makan.
Lika: “Makan apa melamun, Mbak?” (mengagetkan.)
Rieke: “ Ohok-ohok!” (kaget dan tersedak. Cepat-cepat dia minum.)
Mama: “ Kenapa sih kamu?”
Rieke: “ Engga kok mah, ga ada apa-apa. Hehehe.” (senyum terpaksa.)
Cepat-cepat dia mencubit Lika yang nakal. Sayang, yang dicubit keburu berlari.
Lika: “We, nggak kena!” (menjulurkan lidahnya).
Rieke: “Grr!” (meraih sendal. Tapi dia urung melemparkannya ke Lika)
Mama: “Kalian ini, acara makan pun dibuat main. Sudah cukup.”
Lika buru-buru menutup pintu kamar sambil cekikikan. Sementara rieke langsung meninggalkan meja makan
Mama: “ Eh ayo mba abisin dulu nasinya.” (protes)
Rieke: “ Rieke udah kenyang ma.”
Berperan sebagai Putri Seudati untuk pementasan drama minggu depan di kampus kuning, memang anugerah bagi Rieke. Dia akhirnya bisa berdekatan lebih lama lagi dengan Tom. Karena selama ini, dia hanya dapat melihat Tom dari jauh. Mengaguminya diam-diam setiap kali Tom ikut pementasan drama.
Hmm, entah angin darimana, dia mendadak dipilih Tom untuk pementasan drama itu. Suatu kesempatan baik tentu. Sayang, Rieke selalu terbawa perasaan ketika beradu dialog dengan Tom. Dia lebih banyak gagap ketimbang berbicara. Bahkan dia tidak mampu melawan sedikit pun ketika Tom membentaknya.
keesokan harinya..
Tom: “Rieke! sorry ucapanku yang kasar kemarin.. (menunduk)”
Rieke tidak menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya. Tapi pintu kelas yang dituju seolah berjarak sekian kilometer lagi jauhnya.
Tom : “Ke!” (Berdiri persis di depan hidungnya.)
Wajah Rieke bersemu merah. Dia malu berat. Murid-murid SMU 18 yang melihat gelagat romantis dari Tom, bersuit-suit nakal.
Rieke : “Kenapa?”
Tom : “Aku minta maaf, Rieke! Kemarahanku kemarin mutlak karena aku bertanggungjawab demi suksesnya pementasan ini.”
Rieke : “Aku tahu.” (melipatkan kedua belah tangan di depan dadanya).
Tom : (mendengus). “Tapi tujuan dari pementasan itu mempunyai arti lain bagiku. Sangat berarti, Ke! Aku…”
Tiba-tiba bel berbunyi. Tom tidak jadi melanjutkan pembicaraannya. Sebelum masuk ke kelasnya dia berkata,
Tom : “Kutunggu kau di kantin. Akan kujelaskan semua kepadamu, Ke!”
Rieke risau. Selama pelajaran berlangsung, pikirannya hanya tertuju pada ucapan Tom. Apakah makna ucapannya itu? Apakah sesuatu yang berarti bagi Tom di balik pementasan drama nanti? Bisa berdekatan lebih lama dengan Rieke-kah tujuannya? Atau apakah dia ingin menjadikan Rieke sebagai pacarnya?
Ada sekuntum bunga tiba-tiba mekar di lubuk hati Rieke. Ada kehangatan menjalar sampai ke ubun-ubun. Ah, sekarangkah waktunya dia harus mengingkari janjinya sendiri? Mengingkari janji untuk tidak pacaran sebelum kuliah. Hmm, kalau maksud hati lain, perduli amat dengan janji-janji.
Rieke: “Hai!” (berjalan menghampiri Tom yang sudah menunggu di kantin)
Dia duduk di sudut ruangan sambil menghirup teh manis. Ketika melihat Rieke, dia langsung melambai.
Tom: “Bagaimana? Sudah siap latihan nanti malam?”
Rieke tengah bercampur kesal. Bagaimanapun, dia sebenarnya tidak menginginkan Tom berbicara ngalor-ngidul. Dia ingin Tom berbicara tepat sasaran.
Rieke: “Tom, tadi kau ingin membicarakan apa?”
Tom: “Yang mana?” (berlagak pikun)
Rieke (tegas) : “Tentang arti lain pementasan bagimu,”.
Tom membuang pandang. Dia berdiri dan mengambil sebotol minuman untuk wanita itu.
Lama dia terdiam. Tapi akhirnya berbicara juga setelah Rieke mendengus beberapa kali.
Tom: “Ke, sebenarnya aku malu menceritakan ini kepadamu. Tapi demi menstimulus jiwa peranmu, tak apalah.” (menarik napas panjang sejenak).
Tom: “Ke, kukatakan pementasan ini sangat berarti bagiku, sebab Sam pernah berjanji akan memberikanku nilai lebih, apabila pementasan drama berakhir sukses.”
Rieke: “Nilai lebih itu, maksudmu uang, Tom?”
Rieke berharap Tom menggeleng. Tapi dia malahan mengangguk tegas, sehingga Rieke merasa tubuhnya menjadi kuyu. Persis selembar daun tua yang gugur dan jatuh ke tanah.
Rieke: “Otak bisnis banget sih lo, Tom. Gue tidak menyangka lo teramat naïf di balik keangkuhan lo!”
Tom: “Tapi uang itu sangat kubutuhkan, Ke!”
Rieke: “Untuk apa? Foya-foya? Atau membeli obat terlarang?” cecar Rieke.
Dulu Rieke memang pernah mendengar masa lalu Tom yang kelam. Sebelum sibuk menjadi aktor drama pentas, Tom diisukin pernah kecanduan obat terlarang. Bahkan ketika kelas satu SMU, dia pernah diskorsing dua bulan karena kedapatan ngobat di toilet sekolah.
Tom: “Tidak!” (Terbelalak). “Ikut aku!” (membentak dan langsung menyeret paksa Rieke).
Rieke: “Tidak mau! Aku masih ada pelajaran setengah jam lagi!”
Tom tidak perduli penolakan Rieke. Dia menarik wanita itu sehingga membonceng di motor bututnya. Lalu keduanya membelah jalanan ibukota yang mulai macet.
Rieke masih ingin bertanya lebih banyak lagi. Tapi setiap kali akan membuka mulut, Tom langsung membentaknya. Akhirnya Rieke membisu, sampai suatu saat motor berhenti di depan sebuah rumah setengah permanen.
Rieke : “Ini rumah siapa?”
Tom: “Ikut!” (membawa Rieke ke dalam sebuah kamar).
Rieke terkejut. Dia melihat sesosok pria kurus kering tengah terbaring di atas kasur tipis. Matanya cekung, sehingga mempertontonkan ceruk teramat dalam. Rambutnya awut-awutan dan berwarna merah. Rieke mecium bau pengap di situ. Bercampur aduk antara bau keringat dan pesing.
Sam: “Obaaat... mana obatku!?? Arrrghhhh!!”
Rieke : “Si..Siapa dia?!!”
Tom: “Adikku!” ( tanpa menoleh). “Inilah yang membuatku berjuang sekuat tenaga untuk mendapat uang lebih dari Sam.” (terduduk lesu di sebelah wanita kurus itu)
Tom: “Dia sama sepertiku. Seorang pecandu narkoba. Bedanya aku sekarang berubah dan kembali bersekolah. Sedangkan dia, tidak! Kecanduannya terhadap narkoba sudah berlebihan. Sampai sekarang dia sekarat karena tidak bisa memuaskan kecanduannya”.
Tom: “Kau tahu betapa mahal harga obat-obat terlarang itu? Bagaimana mungkin dia dapat memperolehnya?”
Rieke tersentuh. Dia tertunduk sambil menyeka air mata.
Rieke: “Berarti uang lebih dari Sam, akan kau gunakan membeli narkoba untuk adikmu?”
Tom: (menggeleng) “Tidak! Aku hanya ingin mengobatinya. Aku ingin dia berubah sepertiku. Dapat bersekolah dan tahu masa depannya. Tapi semua itu dapat terwujud hanya dengan uang, Ke! Kau tahu, selain akan memperoleh uang lebih dari Sam, aku juga berharap Sam akan mengorbitkanku menjadi bintang sinetron. Dia toh banyak relasi di pertelevisian. Dengan begitu aku akan lebih mudah mengobati adikku.”
Rieke: (menggenggam jemari Tom erat-erat). “Sekarang aku mengerti, Tom. Aku akan membantumu dengan menunjukkan permainan terbaikku pada pementasan drama minggu depan. Aku juga berharap, setidak-tidaknya ada pihak pertelevisian yang menonton dan kepincut permainanmu, Tom.”
Tom: “Juga permainanmu, Rieke!” (membalas genggaman Rieke lebih erat.)
Hampir jam delapan malam, tapi Tom belum muncul juga. Padahal pementasan drama akan dimulai setengah jam lagi. Sam blingsatan. Berulangkali dia minum. Berulangkali pula mengumpat keterlambatan Tom.
Rieke tidak kalah cemasnya. Kalau sampai pementasan drama malam ini gagal, maka punah sudah harapan Tom mengobati adiknya. Sam pasti akan mendepaknya karena merasa dipermalukan. Dan Rieke tahu itu. Di otak Sam hanya ada uang dan ketenaran. Tidak perasaan!
Rieke : (bercermin) “Aduh ke mana sih kau, Tom? Ayo muncullah, sebelum Sam memberikan peranmu kepada Martin. Tolonglah, jangan membuat renacana yang kita bangun rapi, porak-poranda hanya karena persoalan sepele,”
Tapi Tom tidak datang juga. Sampai pementasan drama berakhir, batang hidungnya tetap tidak kelihatan. Sam benar-benar naik pitam. Pementasan drama mereka kedodoran, karena yang menjadi aktor utama adalah Martin. Dengan kondisi serba kacau, mereka hanya memperoleh juara paling buncit.
Sam: “Aku memecatnya malam ini. Titik!”
Rieke hanya mengeluh kesal. Ketika menunggu Papa menjemputnya, tiba-tiba Tita datang dengan wajah pucat. Dia langsung menarik Rieke ke belakang panggung.
Tita: “Gawat, Ke! Gawat berat!” ( terbata-bata.)
Rieke: “Gawat kenapa?”
Tita: “Adik Tom yang sekarat itu, tadi siang benar-benar sekarat. Tom membawanya ke rumah sakit. Tapi karena tidak memiliki uang, Tom dan adiknya tidak diperdulikan di sana. Akibatnya, adik Tom meninggal. Sekarang jenazahnya sudah dikirim ke kampung.”
Rieke: “Masya Allah! Tom-nya bagaimana?”
Tita: “Dia shock berat. Tapi dia masih tegar mengantarkan adiknya ke kampung. Menurut selentingan yang aku dengar, mungkin Tom akan lama di kampungnya. Atau bisa jadi dia tidak akan kembali lagi ke sini.”
Rieke merasakan pijakannya goyah. Dia limbung. Tita bergegas memapahnya ke atas kursi.
Tita: “Sabar, Ke! Tenang!”
Rieke berlari menuju terminal. Dan Tita menyusulnya dari belakang.
Tiba-tiba Rieke melihat Tom yang akan menaiki bus.
Rieke : (Berteriak) “Tooom!”
Tom : (Menoleh) “Ri, rieke?!”
Rieke : (Memegang Tom - menangis) “Ku mohon jangan pergi!”
~ (Song : Nina - Someday) ~
Tom : “Maaf.. Aku harus pergi.. Ini demi adikku dan demi kesembuhanku..”
Rieke: “Tapi... Tapi... sampai harus meninggalkanku?” (Menangis)
Tom : “Tapi hanya ini yang bisa kulakukan, untuk kebaikan ku, dan kita semua.
Rieke : (Menangis dan memberikan sepucuk surat pada Tom) Ini, bacalah. Dan kau akan tau semunya.
Tom menerima surat pemberian dari Rieke sambil tersenyum.
Tom : “Terima kasih, Rieke.. Dan Tita, terima kasih telah mengantar Rieke. Jaga diri kalian baik baik”
Akhirnya, Tom pun berangkat meninggalkan Rieke dan Tita yang menyusulnya. Selama diperjalanan, Tom membaca surat yang diberikan Rieke. Saat membaca kalimat terakhir, Tom terlihat tersenyum tersipu-sipu.
Tom: “(membaca surat dari Rieke) Walaupun sikapmu sering begitu terhadapku.. Tapi perlu kau ketahui. Aku... mencintaimu”
Sementara itu, Rieke hanya menerawang. Usahanya membantu Tom untuk mengobati adiknya, ternyata sia-sia. Sementara Tom yang dicintainya, sekarang sudah pergi dan belum tentu akan kembali. Tapi yang paling dicemaskan Rieke, manakala Tom tidak tabah menerima semua cobaan ini.
Rieke : (mata berkaca-kaca) “Dia pergi...”
Tita : “Ya, aku tau”
Rieke : “Menurut mu, apa Tom akan kembali?”
Tita : (tersenyum dan berjalan menjauhi Rieke) “ Yaaa kalo jodoh siapa tau”
Rieke : “Hah? Titaaa ada-ada aja! (tertawa – berjalan menyusul Tita)”
***
Bang JO = wahid
Tom = Ramdan
Rieke = Nadya
Tita = Annisa
Lika = Novita
Mama = Chintya
Sam = Risvi
Narator = Yutika
***
Di aula
Bang Jo: “ Ayo ayo latihan! (memegang naskah dan menyuruh para pemain untuk berkumpul). Jangan pada lelet! Ayo cepat sekarang!!”
Tom: “Iya iya tauuuuu bawel banget sih (menggerutu).”
Bang Jo: “Semua siap di posisi masing-masing. Let’s go!”
Latihan pun di mulai.
Tom: “Maukah kau menjadi pasanganku nanti malam, Putri Seudati? Hanya semalam, sesudah itu kita berpisah. Kau bebas pergi bersama ke kasihmu. Ke lembah, ke gurun. Berkuda seharian sampai lelah.” (Pria itu menumpukan kedua belah telapak tangannya di lutut Putri Seudati. Dia merendahkan dirinya serendah-rendahnya. Karena dia berharap, Putri Seudati mau menjadi kekasihnya semalam). “Bagaimana?”
Rieke: “Aku….. Aku….” (Putri Seudati gugup.)
Tiba-tiba,
Sam: “Cut! Cut! Cut! Ngomong kok gugup begitu. Udah, break dulu sejam. Nanti kita lanjutkan!,” (ngedumel. Bersungut-sungut sambil meninggalkan ruangan syuting.)
Saat sedang break, Tom tiba-tiba datang menghampiri Rieke.
Tom: “Kenapa sih permainanmu buruk! Padahal pementasan tinggal separuh bulan lagi. Bisa ditaruh di mana muka kita dengan peranmu yang kedodoran dan agak bloon.” (memukul kepalan tangannya sendiri.)
Rieke: “Tapi aku sudah mencoba Tom.” (menunduk.)
Tom: “Mencoba?!” (meledek.) “Kau memang pantas menjadi figuran saja. Pemeran pembantu! Sudah, aku pulang saja! Bertengkar denganmu hanya membuat semuanya berantakan!” (berjalan keluar aula sambil marah-marah.)
Rieke: “Tapi Tom, nanti Sam….” (menahan langkah pria itu.)
Tom: “Masa bodoh!”( menghilang di balik pintu.)
Rieke tidak menyangka bisa takluk di hadapan Tom. Padahal apa sih kehebatan pria sombong itu. Rieke menyadari dia memiliki kharisma. Bahkan tatapannya yang lembut itu, mampu membuat wanita klepek-klepek. Tapi kenapa dia mampu menguasai Rieke yang setegar karang?
Setibanya di dalam rumah, Rieke didatangi mamanya karena melihat raut muka Rieke yang lelah dan sedih.
Mama: “Ada apa mba Rieke sayang? (mengelus-elus kepala Rieke)
Rieke: “ Ga ada apa-apa kok ma. Cuma capek latihan drama tadi di sekolah.” (senyum khas Rieke.)
Mama: “ Ya sudah kalau tidak ada apa-apa cepat mandi dan makan malam ya. Mama tunggu di ruang makan bersama Lika.”
Rieke: “ Iya ma.” (melengos ke kamarnya.)
Di ruang makan.
Lika: “Makan apa melamun, Mbak?” (mengagetkan.)
Rieke: “ Ohok-ohok!” (kaget dan tersedak. Cepat-cepat dia minum.)
Mama: “ Kenapa sih kamu?”
Rieke: “ Engga kok mah, ga ada apa-apa. Hehehe.” (senyum terpaksa.)
Cepat-cepat dia mencubit Lika yang nakal. Sayang, yang dicubit keburu berlari.
Lika: “We, nggak kena!” (menjulurkan lidahnya).
Rieke: “Grr!” (meraih sendal. Tapi dia urung melemparkannya ke Lika)
Mama: “Kalian ini, acara makan pun dibuat main. Sudah cukup.”
Lika buru-buru menutup pintu kamar sambil cekikikan. Sementara rieke langsung meninggalkan meja makan
Mama: “ Eh ayo mba abisin dulu nasinya.” (protes)
Rieke: “ Rieke udah kenyang ma.”
Berperan sebagai Putri Seudati untuk pementasan drama minggu depan di kampus kuning, memang anugerah bagi Rieke. Dia akhirnya bisa berdekatan lebih lama lagi dengan Tom. Karena selama ini, dia hanya dapat melihat Tom dari jauh. Mengaguminya diam-diam setiap kali Tom ikut pementasan drama.
Hmm, entah angin darimana, dia mendadak dipilih Tom untuk pementasan drama itu. Suatu kesempatan baik tentu. Sayang, Rieke selalu terbawa perasaan ketika beradu dialog dengan Tom. Dia lebih banyak gagap ketimbang berbicara. Bahkan dia tidak mampu melawan sedikit pun ketika Tom membentaknya.
keesokan harinya..
Tom: “Rieke! sorry ucapanku yang kasar kemarin.. (menunduk)”
Rieke tidak menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya. Tapi pintu kelas yang dituju seolah berjarak sekian kilometer lagi jauhnya.
Tom : “Ke!” (Berdiri persis di depan hidungnya.)
Wajah Rieke bersemu merah. Dia malu berat. Murid-murid SMU 18 yang melihat gelagat romantis dari Tom, bersuit-suit nakal.
Rieke : “Kenapa?”
Tom : “Aku minta maaf, Rieke! Kemarahanku kemarin mutlak karena aku bertanggungjawab demi suksesnya pementasan ini.”
Rieke : “Aku tahu.” (melipatkan kedua belah tangan di depan dadanya).
Tom : (mendengus). “Tapi tujuan dari pementasan itu mempunyai arti lain bagiku. Sangat berarti, Ke! Aku…”
Tiba-tiba bel berbunyi. Tom tidak jadi melanjutkan pembicaraannya. Sebelum masuk ke kelasnya dia berkata,
Tom : “Kutunggu kau di kantin. Akan kujelaskan semua kepadamu, Ke!”
Rieke risau. Selama pelajaran berlangsung, pikirannya hanya tertuju pada ucapan Tom. Apakah makna ucapannya itu? Apakah sesuatu yang berarti bagi Tom di balik pementasan drama nanti? Bisa berdekatan lebih lama dengan Rieke-kah tujuannya? Atau apakah dia ingin menjadikan Rieke sebagai pacarnya?
Ada sekuntum bunga tiba-tiba mekar di lubuk hati Rieke. Ada kehangatan menjalar sampai ke ubun-ubun. Ah, sekarangkah waktunya dia harus mengingkari janjinya sendiri? Mengingkari janji untuk tidak pacaran sebelum kuliah. Hmm, kalau maksud hati lain, perduli amat dengan janji-janji.
Rieke: “Hai!” (berjalan menghampiri Tom yang sudah menunggu di kantin)
Dia duduk di sudut ruangan sambil menghirup teh manis. Ketika melihat Rieke, dia langsung melambai.
Tom: “Bagaimana? Sudah siap latihan nanti malam?”
Rieke tengah bercampur kesal. Bagaimanapun, dia sebenarnya tidak menginginkan Tom berbicara ngalor-ngidul. Dia ingin Tom berbicara tepat sasaran.
Rieke: “Tom, tadi kau ingin membicarakan apa?”
Tom: “Yang mana?” (berlagak pikun)
Rieke (tegas) : “Tentang arti lain pementasan bagimu,”.
Tom membuang pandang. Dia berdiri dan mengambil sebotol minuman untuk wanita itu.
Lama dia terdiam. Tapi akhirnya berbicara juga setelah Rieke mendengus beberapa kali.
Tom: “Ke, sebenarnya aku malu menceritakan ini kepadamu. Tapi demi menstimulus jiwa peranmu, tak apalah.” (menarik napas panjang sejenak).
Tom: “Ke, kukatakan pementasan ini sangat berarti bagiku, sebab Sam pernah berjanji akan memberikanku nilai lebih, apabila pementasan drama berakhir sukses.”
Rieke: “Nilai lebih itu, maksudmu uang, Tom?”
Rieke berharap Tom menggeleng. Tapi dia malahan mengangguk tegas, sehingga Rieke merasa tubuhnya menjadi kuyu. Persis selembar daun tua yang gugur dan jatuh ke tanah.
Rieke: “Otak bisnis banget sih lo, Tom. Gue tidak menyangka lo teramat naïf di balik keangkuhan lo!”
Tom: “Tapi uang itu sangat kubutuhkan, Ke!”
Rieke: “Untuk apa? Foya-foya? Atau membeli obat terlarang?” cecar Rieke.
Dulu Rieke memang pernah mendengar masa lalu Tom yang kelam. Sebelum sibuk menjadi aktor drama pentas, Tom diisukin pernah kecanduan obat terlarang. Bahkan ketika kelas satu SMU, dia pernah diskorsing dua bulan karena kedapatan ngobat di toilet sekolah.
Tom: “Tidak!” (Terbelalak). “Ikut aku!” (membentak dan langsung menyeret paksa Rieke).
Rieke: “Tidak mau! Aku masih ada pelajaran setengah jam lagi!”
Tom tidak perduli penolakan Rieke. Dia menarik wanita itu sehingga membonceng di motor bututnya. Lalu keduanya membelah jalanan ibukota yang mulai macet.
Rieke masih ingin bertanya lebih banyak lagi. Tapi setiap kali akan membuka mulut, Tom langsung membentaknya. Akhirnya Rieke membisu, sampai suatu saat motor berhenti di depan sebuah rumah setengah permanen.
Rieke : “Ini rumah siapa?”
Tom: “Ikut!” (membawa Rieke ke dalam sebuah kamar).
Rieke terkejut. Dia melihat sesosok pria kurus kering tengah terbaring di atas kasur tipis. Matanya cekung, sehingga mempertontonkan ceruk teramat dalam. Rambutnya awut-awutan dan berwarna merah. Rieke mecium bau pengap di situ. Bercampur aduk antara bau keringat dan pesing.
Sam: “Obaaat... mana obatku!?? Arrrghhhh!!”
Rieke : “Si..Siapa dia?!!”
Tom: “Adikku!” ( tanpa menoleh). “Inilah yang membuatku berjuang sekuat tenaga untuk mendapat uang lebih dari Sam.” (terduduk lesu di sebelah wanita kurus itu)
Tom: “Dia sama sepertiku. Seorang pecandu narkoba. Bedanya aku sekarang berubah dan kembali bersekolah. Sedangkan dia, tidak! Kecanduannya terhadap narkoba sudah berlebihan. Sampai sekarang dia sekarat karena tidak bisa memuaskan kecanduannya”.
Tom: “Kau tahu betapa mahal harga obat-obat terlarang itu? Bagaimana mungkin dia dapat memperolehnya?”
Rieke tersentuh. Dia tertunduk sambil menyeka air mata.
Rieke: “Berarti uang lebih dari Sam, akan kau gunakan membeli narkoba untuk adikmu?”
Tom: (menggeleng) “Tidak! Aku hanya ingin mengobatinya. Aku ingin dia berubah sepertiku. Dapat bersekolah dan tahu masa depannya. Tapi semua itu dapat terwujud hanya dengan uang, Ke! Kau tahu, selain akan memperoleh uang lebih dari Sam, aku juga berharap Sam akan mengorbitkanku menjadi bintang sinetron. Dia toh banyak relasi di pertelevisian. Dengan begitu aku akan lebih mudah mengobati adikku.”
Rieke: (menggenggam jemari Tom erat-erat). “Sekarang aku mengerti, Tom. Aku akan membantumu dengan menunjukkan permainan terbaikku pada pementasan drama minggu depan. Aku juga berharap, setidak-tidaknya ada pihak pertelevisian yang menonton dan kepincut permainanmu, Tom.”
Tom: “Juga permainanmu, Rieke!” (membalas genggaman Rieke lebih erat.)
Hampir jam delapan malam, tapi Tom belum muncul juga. Padahal pementasan drama akan dimulai setengah jam lagi. Sam blingsatan. Berulangkali dia minum. Berulangkali pula mengumpat keterlambatan Tom.
Rieke tidak kalah cemasnya. Kalau sampai pementasan drama malam ini gagal, maka punah sudah harapan Tom mengobati adiknya. Sam pasti akan mendepaknya karena merasa dipermalukan. Dan Rieke tahu itu. Di otak Sam hanya ada uang dan ketenaran. Tidak perasaan!
Rieke : (bercermin) “Aduh ke mana sih kau, Tom? Ayo muncullah, sebelum Sam memberikan peranmu kepada Martin. Tolonglah, jangan membuat renacana yang kita bangun rapi, porak-poranda hanya karena persoalan sepele,”
Tapi Tom tidak datang juga. Sampai pementasan drama berakhir, batang hidungnya tetap tidak kelihatan. Sam benar-benar naik pitam. Pementasan drama mereka kedodoran, karena yang menjadi aktor utama adalah Martin. Dengan kondisi serba kacau, mereka hanya memperoleh juara paling buncit.
Sam: “Aku memecatnya malam ini. Titik!”
Rieke hanya mengeluh kesal. Ketika menunggu Papa menjemputnya, tiba-tiba Tita datang dengan wajah pucat. Dia langsung menarik Rieke ke belakang panggung.
Tita: “Gawat, Ke! Gawat berat!” ( terbata-bata.)
Rieke: “Gawat kenapa?”
Tita: “Adik Tom yang sekarat itu, tadi siang benar-benar sekarat. Tom membawanya ke rumah sakit. Tapi karena tidak memiliki uang, Tom dan adiknya tidak diperdulikan di sana. Akibatnya, adik Tom meninggal. Sekarang jenazahnya sudah dikirim ke kampung.”
Rieke: “Masya Allah! Tom-nya bagaimana?”
Tita: “Dia shock berat. Tapi dia masih tegar mengantarkan adiknya ke kampung. Menurut selentingan yang aku dengar, mungkin Tom akan lama di kampungnya. Atau bisa jadi dia tidak akan kembali lagi ke sini.”
Rieke merasakan pijakannya goyah. Dia limbung. Tita bergegas memapahnya ke atas kursi.
Tita: “Sabar, Ke! Tenang!”
Rieke berlari menuju terminal. Dan Tita menyusulnya dari belakang.
Tiba-tiba Rieke melihat Tom yang akan menaiki bus.
Rieke : (Berteriak) “Tooom!”
Tom : (Menoleh) “Ri, rieke?!”
Rieke : (Memegang Tom - menangis) “Ku mohon jangan pergi!”
~ (Song : Nina - Someday) ~
Tom : “Maaf.. Aku harus pergi.. Ini demi adikku dan demi kesembuhanku..”
Rieke: “Tapi... Tapi... sampai harus meninggalkanku?” (Menangis)
Tom : “Tapi hanya ini yang bisa kulakukan, untuk kebaikan ku, dan kita semua.
Rieke : (Menangis dan memberikan sepucuk surat pada Tom) Ini, bacalah. Dan kau akan tau semunya.
Tom menerima surat pemberian dari Rieke sambil tersenyum.
Tom : “Terima kasih, Rieke.. Dan Tita, terima kasih telah mengantar Rieke. Jaga diri kalian baik baik”
Akhirnya, Tom pun berangkat meninggalkan Rieke dan Tita yang menyusulnya. Selama diperjalanan, Tom membaca surat yang diberikan Rieke. Saat membaca kalimat terakhir, Tom terlihat tersenyum tersipu-sipu.
Tom: “(membaca surat dari Rieke) Walaupun sikapmu sering begitu terhadapku.. Tapi perlu kau ketahui. Aku... mencintaimu”
Sementara itu, Rieke hanya menerawang. Usahanya membantu Tom untuk mengobati adiknya, ternyata sia-sia. Sementara Tom yang dicintainya, sekarang sudah pergi dan belum tentu akan kembali. Tapi yang paling dicemaskan Rieke, manakala Tom tidak tabah menerima semua cobaan ini.
Rieke : (mata berkaca-kaca) “Dia pergi...”
Tita : “Ya, aku tau”
Rieke : “Menurut mu, apa Tom akan kembali?”
Tita : (tersenyum dan berjalan menjauhi Rieke) “ Yaaa kalo jodoh siapa tau”
Rieke : “Hah? Titaaa ada-ada aja! (tertawa – berjalan menyusul Tita)”
***
maaf kalo terlalu mirip sinetron ._.
haha
No comments:
Post a Comment